Sekarang Jam ...

WELCOME

Hidup adalah Sebuah Pilihan...

Terbang atau Terinjak...

Sabtu, 12 Maret 2011

HERPES SIMPLEKS



Klasifikasi Virus herpes simpleks
Kelas
Kelas I (dsDNA)
Famili
Herpesviridae
Upafamili
Alphaherpesvirinae
Genus
Simplexvirus
Species     
Virus Herpes simplex 1 (HSV 1)

Virus Herpes simplex 2 (HSV 2)
Herpes Simplex adalah penyakit genital yang disebabkan oleh virus herpes simplex, pada dasarnyapenyakit ini hanyalah suatu penyakit bersifat gangguan yang bersifat temporer(sementara) dan umumnya dapat dicegah oleh setiap orang.
Virus herpes simpleks adalah merupakan virus DNA yang mempunyai karakteristik melakukan replikasi didalam inti sel dan membentuk intranuclear inclusion body.Intranuclear inclusion body yang matang perlu dibedakan dari sitomegalovirus.Karakteristik dari lesi adalah adanya central intranuclear inclusion body eosinofilik yang irreguler yang dibatasi oleh fragmen perifer dari kromatin pada tepi membran inti.
Virus herpes simpleks 1 dan 2 (HSV-1 dan HSV-2) adalah dua virus dari famili herpesvirus, Herpesviridae, yang menyebabkan infeksi pada manusia. HSV-1 dan 2 juga merujuk pada virus herpes manusia1 dan 2 (HHV-1 dan HHV-2).
Berdasarkan perbedaan immunologi dan klinis, virus herpes simpleks dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu :
·   Virus herpes simpleks tipe 1 yang menyebabkan infeksi herpes non genital, biasanya pada daerah mulut, meskipun kadang-kadang dapat menyerang daerah genital. Infeksi virus ini biasanya terjadi saat anak-anak dan sebagian besar seropositif telah didapat pada waktu umur 7 tahun.
·   Virus herpes simpleks tipe 2 hampir secara eksklusif hanya ditemukan pada traktus genitalis dan sebagian besar ditularkan lewat kontak seksual.

Penyebaran dan Penularan
Penularannya melalui kontak kulit langsung dan sebagian besar dengan kontak seksual yaitu dari daerah yang terinfeksi ke daerah yang tertular.Setelah infeksi, HSV menjadi tersembunyipada sel tubuh saraf untukmelakukan reaktifasi.Selama reaktivasi, virus diproduksi di sel dan dikirim melalui sel saraf akson menuju kulit.Kemampuan HSV untuk menjadi tersembunyi menyebabkan infeksi herpes kronis setelah beberapa infeksi terjadi, gejala herpes secara periodik muncul di dekat tempat infeksi awal.Misalnya saat seseorang yang terinfeksi mencium atau melakukan hubungan seks seperti oral, vagina atau dubur, maka bisa menyebabkan pasangannya tertular. Herpes jenis ini paling mudah menular jika kondisi seseorang sedang sakit, biasanya ditandai dengan rasa gatal, kesemutan dan sensasi lain sebelum muncul apapun di kulit.  
Dalam keadaan tanpa adanya antibodi , kontak dengan partner seksual yang menderita lesi herpes aktif, sebagian besar akan mengakibatkan penyakit yang bersifat klinis. Penyebaran tanpa hubungan seksual dapat terjadi melalui autoinokulasi pada penderita infeksi virus herpes simpleks atau dengan cara lain yang dibuktikan pada kasus herpes genital pada anak-anak.
Penyebaran transplasenta sangat jarang terjadi dan masih belum jelas, tetapi diduga tidak jauh berbeda dengan penularan virus herpes yang lain seperti sitomegalovirus, Epstein-Barr virus dan lain-lain.
Penularan pada bayi dapat terjadi bila janin yang lahir kontak dengan virus pada ibu yang terinfeksi virus aktif dari jalan lahirnya, dan ini merupakan penularan pada neonatal yang paling sering terjadi.Beberapa keadaan yang mempengaruhi terjadinya herpes neonatal adalah banyak sedikitnya virus, kulit ketuban masih utuh atau tidak, ada atau tidaknya lesi herpes genital, dan ada atau tidaknya antibodi virus herpes simpleks. Pada ibu hamil dengan infeksi primer dan belum terbentuk antibodi maka penularan dapat terjadi sampai 50 % sedangkan pada infeksi rekuren hanya 2,5 – 5 %.
Sedangkan penularan kepada individu yang belum pernah terinfeksi sebelumnya, terjadi ketika virus mengalami multiplikasi didalam tubuh host (viral shedding). Lama waktu viral shedding pada tiap episode serangan HSV berbeda-beda. Pada infeksi primer dimana dalam tubuh host belum terdapat antibodi terhadap HSV, maka viral shedding cenderung lebih lama yaitu sekitar 12 hari dengan puncaknya ketika muncul gejala prodormal (demam,lemah, penurunan nafsu makan, dan nyeri sendi) dan pada saat separuh serangan awal infeksi primer, walaupun > 75 % penderita dengan infeksi primer tersebut tanpa gejala. Viral shedding pada episode I non primer lebih singkat yaitu sekitar 7 hari dan karena pada tahap ini telah terbentuk antibodi terhadap HSV maka gejala yang ditimbulkan lebih ringan dan kadang hanya berupa demam maupun gejala sistemik singkat. Pada tahap infeksi rekuren yang biasa terjadi dalam waktu 3 bulan setelah infeksi primer, viral shedding berlangsung selama 4 hari dengan puncaknya pada saat timbul gejala prodormal dan pada tahap awal serangan. Viral shedding pada tahap asimptomatik berlangsung episodik dan singkat yaitu sekitar 24-48 jam dan sekitar 1-2 % wanita hamil dengan riwayat HSV rekuren akan mengalami periode ini selama proses persalinan.Seorang individu dapat terkena infeksi HSV karena adanya transmisi dari seorang individu yang seropositif, dimana transmisi tersebut dapat berlangsung secara horisontal dan vertikal. Perbedaan dari kedua metode transmisi tersebut adalah sebagai berikut :
·   Horisontal
Transmisi secara horisontal terjadi ketika seorang individu yang seronegatif berkontak dengan individu yang seropositif melalui vesikel yang berisi virus aktif (81-88%), ulkus atau lesi HSV yang telah mengering (36%) dan dari sekresi cairan tubuh yang lain seperti saliva, semen, dan cairan genital (3,6-25%). Adanya kontak bahan-bahan tersebut dengan kulit atau mukosa yang luka atau pada beberapa kasus kulit atau mukosa tersebut, maka virus dapat masuk kedalam tubuh host yang baru dan mengadakan multiplikasi pada inti sel yang baru saja dimasukinya untuk selanjutnya menetap seumur hidup dan sewaktu-waktu dapat menimbulkan gejala khas yaitu timbulnya vesikel kecil berkelompok dengan dasar eritem.
Pencegahan transmisi HSV secara horisontal ini dapat dilakukan dengan menggunakan suatu barrier protection (kondom) untuk mencegah kontak dengan cairan genital yang mengandung virus.Kondom yang terbuat dari latex menyebabkan virus tidak dapat melaluinya serta kandungan spermatisid (nonoxynol-9) dapat membunuh virus secara invitro.Efektivitas kondom sebagai pencegah transmisi HSV hanya sekitar 25 %, karena keterbatasan kondom yang tidak dapat menutup semua bagian penis (batang penis) maka hal itu masih memungkinkan adanya kontak dengan cairan genital yang mengandung virus.Oleh karena itu pembilasan cairan genital setelah berhubungan seksual dan penggunaan antivirus pada individu yang seropositif dapat lebih meningkatkan efektifitas pencegahan transmisi menjadi sekitar 75%.Pencegahan kontak dengan saliva penderita HSV dapat dilakukan dengan menghindari berciuman dan menggunakan alat-alat makan penderita serta menggunakan obat kumur yang mengandung antiseptik yangdapat membunuh virus sehingga menurunkan risiko tertular.
·   Vertikal
Transmisi HSV secara vertikal terjadi pada neonatus baik itu pada periode antenatal, intrapartum dan postnatal.Periode antenatal bertanggung jawab terhadap 5 % dari kasus HSV pada neonatal.Transmisi ini terutama terjadi pada saat ibu mengalami infeksi primer dan virus berada dalam fase viremia (virus berada dalam darah) sehingga secara hematogen virus tersebut dalam masuk ke dalam plasenta mengikuti sirkulasi uteroplasenter akhirnya menginfeksi fetus. Periode infeksi primer ibu juga berpengaruh terhadap prognosis si bayi, apabila infeksi terjadi pada trimester I biasanya akan terjadi abortus dan pada trimester II akan terjadi kelahiran prematur.
Bayi dengan infeksi HSV antenatal mempunyai angka mortalitas ± 60 % dan separuh dari yang hidup tersebut akan mengalami gangguan syaraf pusat dan mata. Infeksi primer yang terjadi pada masa-masa akhir kehamilan akan memberikan prognosis yang lebih buruk karena tubuh ibu belum sempat membentuk antobodi (terbentuk 3-4 minggu setelah virus masuk tubuh host) untuk selanjutnya disalurkan kepada fetus sebagai suatu antibodi neutralisasi transplasental dan hal ini akan mengakibatkan 30-57% bayi yang dilahirkan terinfeksi HSV dengan berbagai komplikasinya (mikrosefali, hidrosefalus, calsifikasi intracranial, chorioretinitis dan ensefalitis).
Sembilan puluh persen infeksi HSV neonatal terjadi saat intrapartum yaitu ketika bayi melalui jalan lahir dan berkontak dengan lesi maupun cairan genital ibu. Ibu dengan infeksi primer mampu menularkan HSV pada neonatus 50 %, episode I non primer 35% , infeksi rekuren dan asimptomatik 0-4%.
Pencegahan transmisi dapat dilakukan dengan deteksi ibu hamil dengan screning awal di usia kehamilan 14-18 minggu, selanjutnya dilakukan kultur serviks setiap minggu mulai dari minggu ke-34 kehamilan pada ibu hamil dengan riwayat infeksi HSV serta pemberian terapi antivirus supresif (diberikan setiap hari mulai dari usia kehamilan 36 minggu dengan acyclovir 400mg 3×/hari atau 200mg 5×/hari) yang secara signifikan dapat mengurangi periode rekurensi selama proses persalinan (36% VS 0%). Namun apabila sampai menjelang persalinan, hasil kultur terakhir tetap positif dan terdapat lesi aktif didaerah genital maka pelahiran secara caesar menjadi pilihan utama.
Periode postnatal bertanggungjawab terhadap 5-10% kasus infeksi HSV pada neonatal.Infeksi ini terjadi karena adanya kontak antara neonatus dengan ibu yang terinfeksi HSV (infeksi primer HSV-I 100%, infeksi primer HSV-II 17%, HSV-I rekuren 18%, HSV-II rekuren 0%) dan juga karena kontal neonatus dengan tenaga kesehatan yang terinfeksi HSV.

Gejala dan Diagnosis
Gejala awal yang tampak pada herpes mirip dengan fluyakni dengan gejala pertama suhu badan akan meningkat, sakit pada kerongkongan, pening, kelelahan dan sebagainya yang umum pula terjadi pada orang demam. Gejala-gejala yang mengikuti herpes pada tahap pertama itulah, yang biasanya sering mendatangkan derita yang berat, karena sistim imun pada diri penderita atau orang yang terinfeksinya, umumnya memang tidak siap untuk memerangi infeksi yang timbul.
Pada tahap kedua akan muncul lepuhan-lepuhan kecil yang berderet-deret pada permukaan kulit, yang disertai rasa panas dan gatal, yang terkadang sangat menyiksa, tidak tertahankan untuk tidak menggaruknya. Herpes akan lebih cepat muncul apabila kulit sedang iritasi (luka-luka atau lecet), seperti halnya hubungan seks dapat pula menyebabkan timbulnya hespes kelamin, bila terdapat luka/lecet pada organ genetalia (alat kelamin pria atau wanita).
Secara umum gejala klinik infeksi virus herpes simpleks dapat dibagi dalam 2 bentuk yaitu :
1. Infeksi primer yang biasanya disertai gejala ( simtomatik ) meskipun dapat pula tanpa gejala  (asimtomatik). Keadaan tanpa gejala kemungkinan karena adanya imunitas tertentu dari antibodi yang bereaksi silang dan diperoleh setelah menderita infeksi tipe 1 saat anak-anak. Masa inkubasi yang khas selama 3 – 6 hari ( masa inkubasi terpendek yang pernah ditemukan 48 jam ) yang diikuti dengan erupsi papuler dengan rasa gatal, atau pegal-pegal yang kemudian menjadi nyeri dan pembentukan vesikel dengan lesi vulva dan perineum yang multipel dan dapat menyatu. Adenopati inguinalis yang bisa menjadi sangat parah.Gejala sistemik mirip influenza yang bersifat sepintas sering ditemukan dan mungkin disebabkan oleh viremia.Vesikel yang terbentuk pada perineum dan vulva mudah terkena trauma dan dapat terjadi ulserasi serta terjangkit infeksi sekunder.Lesi pada vulva cenderung menimbulkan nyeri yang hebat dan dapat mengakibatkan disabilitas yang berat.Retensi urin dapat terjadi karena rasa nyeri yang ditimbulkan ketika buang air kecil atau terkenanya nervus sakralis. Dalam waktu 2 – 4 minggu, semua keluhan dan gejala infeksi akan menghilang tetapi dapat kambuh lagi karena terjadinya reaktivasi virus dari ganglion saraf. Kelainan pada serviks sering ditemukan pada infeksi primer dan dapat memperlihatkan inflamasi serta ulserasi atau tidak menimbulkan gejala klinis.
2. Infeksi rekuren. Setelah infeksi mukokutaneus yang primer, pertikel-partikel virus akan menyerang sejumlah ganglion saraf yang berhubungan dan menimbulkan infeksi laten yang berlangsung lama. Infeksi laten dimana partikel-partikel virus terdapat dalam ganglion saraf secara berkala akan terputus oleh reaktivasi virus yang disebut infeksi rekuren yang mengakibatkan infeksi yang asimtomatik secara klinis ( pelepasan virus ) dengan atau tanpa lesi yang simtomatik. Lesi ini umumnya tidak banyak, tidak begitu nyeri serta melepaskan virus untuk periode waktu yang lebih singkat (2 – 5 hari) dibandingkan dengan yang terjadi pada infeksi primer, dan secara khas akan timbul lagi pada lokasi yang sama. Walaupun sering terlihat pada infeksi primer, infeksi serviks tidak begitu sering terjadi pada infeksi yang rekuren.
Infeksi primer pada ibu dapat menular pada janin, meskipun jarang, melalui plasenta atau lewat korioamnion yang utuh dan dapat menyebabkan abortus spontan, prematuritas, ataupun kelainan kongenital dengan gejala mirip infeksi pada sitomegalovirus seperti mikrosefali, korioretinitis, IUGR.Janin hampir selalu terinfeksi oleh virus yang dilepaskan dari serviks atau traktus genitalis bawah setelah ketuban pecah atau saat bayi dilahirkan. Infeksi herpes pada bayi baru lahir mempunyai salah satu dari ketiga bentuk berikut ini :
1. Disseminata ( 70 % ), menyerang berbagai organ penting seperti otak, paru. Hepar, adrenal, dan lain-lain dengan kematian lebih dari 50 % yang disebabkan DIC atau pneumonitis, dan yang berhasil hidup sering menderita kerusakan otak. Sebagian besar bayi yang terserang bayi prematur.
2. Lokalisata ( 15 % ) dengan gejala pada mata, kulit dan otak dengan kematian lebih rendah dibanding bentuk disseminata, tetapi bila tidak diobati 75 % akan menyebar dan menjadi bentuk disseminata yang fatal. Bentuk ini sering berakhir dengan kebutaan dan 30 % disertai kelainan neurologis.
3. Asimtomatik hanya terjadi pada sebagian kecil penderita herpes neonatal.
Secara klinis bila didapatkan lesi yang khas maka dapat dicurigai infeksi virus herpes simpleks, tetapi diagnosis yang paling baik adalah ditemukannya virus dalam kultur jaringan. Sensitivitas pada pemeriksaan kultur hampir 95 % sebelum lesi tersebut membentuk krusta saat spesimen diperoleh dan ditangani dengan benar. Pada hakekatnya hasil positif palsu tidak ditemukan.Sayangnya pemeriksaan ini cukup mahal dan membutuhkan waktu lebih dari 48 jam, dan bahkan pada yang eksaserbasi asimtomatik diperlukan waktu yang lebih lama lagi mengingat titer virus yang lebih rendah.
Cara yang lebih cepat adalah dengan memeriksa adanya antibodi secara ELISA, dengan sensitivitas 97,5 % dan spesifisitas 98 % meskipun waktu yang dibutuhkan tetap lebih dari 24 jam. Metode serologi ini banyak dipakai dalam penelitian epoidemiologi dan secara luas mulai banyak dipakai meskipun manfaat dalam klinis masih diragukan karena sebagian besar populasi adalah seropositif untuk virus herpes simpleks tipe 1 sedang reaksi silang dengan virus herpes simpleks tipe 2 sering terjadi.Bila ditemukan serokonversi atau adanya IgM spesifik maka kemungkinan infeksi primer harus dipikirkan.

Penyembuhan
Sejak tahun 1980an mulai digunakan pengobatan antivirus untuk infeksi herpes dengan acyclovir.Acyclovir terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi virus herpes simpleks dan tidak terkonsentrasi dalam sel yang tidak terinfeksi.Obat ini bersifat penghambat kompetitif terhadap polimerase DNA virus dan merusak rantai DNA.Mekanisme ini dapat menghambat pembentukan DNA virus dan mempunyai keamanan yang tinggi dengan selektivitas terhadap sel yang terinfeksi.
Acyclovir dapat digunakan dalam beberapa bentuk preparat antara lain krim untuk topikal, powder untuk intravena, kapsul oral dan suspensi oral. Preparat topikal digunakan dengan dioleskan pada daerah terinfeksi setiap 3 jam, 6 kali perhari, selama 7 hari. Acyclovir intravena diberikan pada kasus yang berat dengan dosis 5 mg/ kg setiap 8 jam selama 5 hari.
Kapsul oral acyclovir diindikasikan untuk 3 keadaan yaitu : Pengobatan infeksi primer, pengobatan infeksi ulang yang berat dan penekanan rekurensi yang sering dan berat. Dosis pemberian acyclovir oral adalah 200 mg, 5 kali perhari selama 10 hari. Namun sampai saat ini belum ditemukan vaksinasi yang efektif untuk infeksi virus herpes simpleks, meskipun pada model binatang didapatkan vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi dan untuk mengurangi pembentukan fase laten di ganglion saraf.
Pencegahan
Prinsip utama adalah jangan biarkan virus dan bayi bertemu .Wanita yang terkena infeksi virus herpes genitalis dianjurkan untuk tidak hamil.Apabila ibu sudah terlanjur hamil hati-hati dengan ancaman partus prematurus dan viremia pada ibu karena penurunan daya tahan tubuh.Ibu yang terkena virus herpes genitalis dan bayi yang lahir dengan herpes neonatal dapat diobati dengan acyclovir atau vidarabine yang aman terhadap kehamilan maupun pada bayinya.
          Karena beratnya ancaman infeksi virus herpes pada neonatus, persalinan perabdominam dianjurkan pada kasus-kasus dengan dugaan lesi herpes pada genitalia atau dengan kultur atau Pap smear terakhir yang memperlihatkan hasil positif untuk virus herpes. Kultur hanya dilakukan pada ibu dengan lesi herpetik yang mencurigakan.Bila tidak terdapat lesi, persalinan dapat dilakukan pervaginam.
Bayi yang lahir dengan ibu atau bapak yang sedang terserang herpes genital atau oral dapat dirawat gabung dengan ibu, dan dapat diberikan ASI bila tidak ada lesi pada puting dan dihindari kontak langsung dengan setiap lesi yang ada.
 Ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar terhindar dari infeksi kelamin herpes, antara lain:
1. Menggunakan kondom baik untuk laki-laki atau perempuan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa virus herpes tidak dapat melewati kondom latex jika digunakan dengan benar.
2. Jujur dengan pasangan jika salah satu memiliki infeksi penyakit seksual, hal ini bisa membantu mengurangi penularan melalui kontak seksual.
3. Jangan melakukan seks oral jika sedang flu atau diketahui memiliki HSV 1 di dalam mulut, karena ini bisa menjadi penyebar virus ke alat kelamin.
4. Setia pada satu pasangan (monogami) dan melakukan praktik seks yang aman setiap kali
berhubungan tanpa ada pengecualian. Mengurangi gesekan dan juga mencegah timbulnya luka kecil di vagina atau penis yang berpotensi masuknya virus ke tubuh.
5. Mencuci tangan setelah menyentuh luka sebelum menyentuh bagian tubuh lain untuk menghindari penyebaran virus.Untuk menghindari Penyakit Menular Seks seksual, yang paling mudah adalah tidak melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang telah terinfeksi PMS.Namun hal ini tentunya tidak mudah dilakukan. Dibawah ini kami mencoba menyampai upaya pencegahan antara lain sebagai berikut:
      6. Selalu menjaga higienis ( kebersihan/kesehatan) organ genetalia (atau alat kelamin pria dan wanita secara teratur.
      7. Setia kepada pasangannya, dengan tidak berganti-ganti pasangan.
      8. Jangan lupa menggunakan kondom, bila pasangan kita sudah terinfeksi PMS
      9. Mintalah jarum suntik baru setiap kali menerima pelayanan medis yang menggunakan jarum suntik.



Jumat, 04 Maret 2011

Umat yang Tergulung
Sebuah metafora lama masih segar dalam ingatan kita. Alkisah seorang guru memberikan sebuah game untuk para muridnya. Di depan kelas, ia bentangkan sebuah karpet. Kemudian di tengah karpet tadi diletakkan sebuah Al-Qur’an. Sang guru membuat sayembara kepada muridnya : “Siapakah yang bisa mengambil Al-Qur’an tanpa menginjak karpet?”

Beberapa anak telah mencoba, tetapi gagal. Pada akhirnya sang guru itu menjawab sendiri. Caranya adalah dengan menggulung karpet itu. Karpet digulung hingga Al-Qur’an terjangkau oleh tangan.

Kemudian sang guru memberi penjelasan kepada murid : "Maka begitulah cara para orientalis mengambil Al-Qur’an dari hati umat muslim. Orang-orang kafir itu tidak berani untuk menginjak-injak hati umat muslim untuk merampas Al-Qur’an dengan paksa. Mereka akan mendapatkan perlawanan dengan sangat keras. Mereka akan menggulung sedikit demi sedikit kecintaan umat muslim tentang agamanya yang luas, dan setelah kecintaan itu tersisa sedikit, Al-Qur’an bisa dienyahkan dari pikirannya."

Seperti itulah kira-kira metafora yang mungkin sering kita dengar.

Seorang preman pemabuk yang hidupnya bergelimpangan dengan maksiat, namun di KTP-nya tertulis agamanya adalah Islam, jangan coba-coba membanting Al-Qur’an di hadapannya. Preman itu akan marah besar. Sekalipun terbiasa dengan maksiat, namun masih ada rasa penghormatan yang tinggi pada simbol-simbol agamanya.

Wajar apabila Panglima Militer Amerika Serikat di Afghanistan, Jenderal David Petraeus, sangat ketakutan dengan rencana Terry Jones yang ingin membakar Al-Qur’an pada peringatan 9 tahun peristiwa 911. "Itu bisa membahayakan pasukan dan itu bisa membahayakan upaya keseluruhan," katanya.

Tapi coba baca wacana tentang ibadah bersama antara umat Islam dan umat agama lain di hadapan preman itu, ia tidak akan meresponnya dengan serius. Atau ia akan menganggap masalah itu terlalu berat untuk dipikirkan. Padahal antara membanting Al-Qur’an dengan penyimpangan ajaran Al-Qur’an sama-sama pelecehan yang serius atas kitab yang diturunkan oleh Allah untuk umat Islam. Bedanya, yang satu yang dilecehkan adalah simbol, dan yang satu adalah intinya.

Golongan orang kafir yang tidak senang dengan umat Islam (QS 2:120) lebih banyak menggunakan metode ‘penggulungan’ ini. Mereka menggulung kecintaan umat Islam pada agamanya. Mereka menggulung pemahaman umat Islam atas agamanya. Mereka menggulung penerapan umat Islam pada agamanya.

Bahwa dunia ini dijadikan indah pada pandangan manusia (QS 3:14), orang-orang itu sangat menyadari hal ini. Maka mereka membawa segala bentuk bayangan fatamorgana kepada umat Islam. Mereka membawa film yang menanyangkan artis-artis cantik dan aktor-aktor tampan. Mereka memberi hutang kepada negeri berpenduduk muslim agar rakyatnya konsumtif. Mereka tawarkan berbagai hobi dan kesenangan. Tujuannya adalah agar kecintaan umat Islam pada agamanya terampas. "Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik." Setelah umat Islam mencintai kesenangan kehidupan dunia, maka tidak ada tempat untuk mencintai agamanya. "Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya" (QS 33:4)

Mereka juga ikut serta dalam diskusi keislaman dengan membawa pemahaman-pemahaman yang asing. Mereka perkenalkan hermeneutika, metode tafsir yang cocok untuk mengubah perintah dan larangan Allah. Mereka kacaukan aqidah umat dengan ide yang terdengar manis: "Semua agama sama, sama-sama mengajarkan kebaikan". Dengan cara-cara itu mereka menggulung pemahaman umat Islam.

Mereka juga menggulung penerapan umat Islam atas ajaran agamanya. Pada titik ekstrim, seperti di Turki saat awal keruntuhan khilafah Turki Utsmani, mereka melarang adzan dan sholat menggunakan bahasa Arab. Tapi ada banyak cara yang terlihat lembut dan elegan. "Serahkan urusan negara pada kaisar, dan serahkan urusan agama pada pendeta" adalah ajaran agama tetangga. Ajaran itu tidak dikenal dalam Islam. Ajaran seperti itu membuat ajaran Islam yang sangat luas dalam ranah muamalah menjadi ide usang yang tidak bisa diterapkan. Mereka biarkan manusia dengan hawa nafsunya membuat hukum sendiri antar sesama manusia, sedangkan aturan Allah swt yang agung terpinggirkan.

"Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas." (QS 6:119)

*****

Rasulullah saw tahu akan hal itu, karena itu ia mengadu kepada Allah swt : "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an itu sesuatu yang tidak diacuhkan." (QS 25:30).

Non muslim tentu saja akan mengacuhkan Al-Qur’an. Tetapi sebagian dari umat Islam sendiri, rupanya dikeluhkan oleh Rasulullah saw. Sekali lagi, mereka tidak mengacuhkan simbol. Umat Islam akan meletakkan mushaf tinggi-tinggi, kalau bisa di atas lemari untuk mengagungkan Al-Qur’an. Apabila Al-Qur’an jatuh atau terkena kaki, mereka mencium Al-Qur’an untuk menebus rasa bersalah. Kitab Al-Qur’an mereka oleskan parfum agar wangi. Sedemikian besar penghormatannya.

Tapi ajarannya tidak dijunjung tinggi-tinggi. Hafalan Qur’an sebagian umat Islam sangat timpang dibanding hafalan lagu-lagu populer. Tidak ada Al-Qur’an di otak mereka. Apabila apa yang mereka pahami dari Al-Quran itu "jatuh" karena terlupa atau tidak diterapkan, mereka tidak punya rasa menyesal yang dalam. Inilah penyakit umat yang saat ini semakin menggerogoti para pemuda generasi penerus, mereka bahkan sampai berlebih-lebihan dalam menghormati Al-Qur’an, namun saat ditanya tentang isi dan ajaran Al-Qur’an, mereka hanya bisa diam seribu bahasa. Umat lain malah bertanya-tanya kebingungan, "seperti inikah yang diajarkan Al-Qur’an kepada mereka?". Bahkan saat umat lain mulai menyadari betapa berharganya ajaran dan ilmu yang terkandung dalam Al-Qur’an, mereka malah sibuk dan asyik dengan berbagai kenikmatan dan perhiasan duniawi.

*****

Saat ini umat Islam sedang digulung, dari berbagai aspek yang mereka miliki. Termasuk kelapangan ukhuwah Islamiyah. Dengan ukhuwah yang sempit, umat Islam saling bertikai sendiri. Jadi, mereka yang memusuhi agama ini tidak perlu "menginjak" umat, tapi mereka merekayasa agar umat saling menginjak satu sama lain.

Tergulung itu tidak terasa, tidak seperti diinjak. Itulah makanya umat Islam diam saja dengan fenomena "tergulung" ini. Mereka lebih punya respon apabila terinjak oleh sesama saudaranya, sebab proses “penggulungan” itu “diam-diam menghanyutkan” umat Islam.